Tak ingin terus menjadi polemik, Sri Sultan Hamengku Bawono X akhir berbicara kepada publik tentang Sabda dan Dawuh yang dia keluarkan. Sultan pun mengoreksi tentang lima sabda yang selama ini sudah beredar luas.
Sri Sultan Hamengku Buwono X menggelar konferensi pers di Dalem Wironegaran yang merupakan tempat tinggal KPH Wironegoro dan GKR Mangkubumi, Jumat (8/5) sore. Sultan menjelaskan Sabda Raja dengan duduk lesehan sama seperti warga lain yang datang.
Gusti Allah, Gusti Agung, Kuoso Cipto paringono siro kabeh adiningsun, sederek dalem, sentono dalem lan abdi dalem nompo welinge dawuh Gusti Allah, Gusti Agung, Kuoso Cipto lan romo ningsun eyang-eyang ingsun, poro leluhur Mataram wiwit waktu iki ingsun nompo dawuh kanugrahan dawuh Gusti Allah, Gusti Agung, Kuoso Cipto asmo kelenggahan ingsun Ngarso Dalem Sampean Dalem Ingkang Sinuhun Sri Sultan Hamengku Bawono Ingkang Jumeneng Kasepuluh Surya ning Mataram, Senopati ing Kalogo, Langenging Bawono Langgeng, Langgeng ing Toto Panotogomo.
Sabdo Rojo iki perlu dimangerteni diugemi lan ditindakake yo mengkono sabdo ingsun.
Artinya:
Tuhan Allah, Tuhan Agung, Maha Pencipta, ketahuilah para adik-adik, saudara, keluarga di Keraton dan abdi dalem, saya menerima perintah dari Allah, ayah saya, nenek moyang saya dan para leluhur Mataram, mulai saat ini saya bernama Sampean Dalem Ingkang Sinuhun Sri Sultan Hamengku Bawono Ingkang Jumeneng Kasepuluh Surya ning Mataram, Senopati ing Kalogo, Langenging Bawono Langgeng, Langgeng ing Toto Panotogomo. Sabda Raja ini perlu dimengerti, dihayati dan dilaksanakan seperti itu sabda saya.
Lalu apa maknanya? Seperti dilansir merdeka.com, berikut penjelasan Sri Sultan:
1. Sultan jelaskan maksud pergantian nama dan gelar
Sri Sultan Hamengku Buwono X menggelar konferensi pers di Dalem Wironegaran yang merupakan tempat tinggal KPH Wironegoro dan GKR Mangkubumi, Jumat (8/5) sore. Sultan menjelaskan Sabda Raja dengan duduk lesehan sama seperti warga lain yang datang.
Gusti Allah, Gusti Agung, Kuoso Cipto paringono siro kabeh adiningsun, sederek dalem, sentono dalem lan abdi dalem nompo welinge dawuh Gusti Allah, Gusti Agung, Kuoso Cipto lan romo ningsun eyang-eyang ingsun, poro leluhur Mataram wiwit waktu iki ingsun nompo dawuh kanugrahan dawuh Gusti Allah, Gusti Agung, Kuoso Cipto asmo kelenggahan ingsun Ngarso Dalem Sampean Dalem Ingkang Sinuhun Sri Sultan Hamengku Bawono Ingkang Jumeneng Kasepuluh Surya ning Mataram, Senopati ing Kalogo, Langenging Bawono Langgeng, Langgeng ing Toto Panotogomo.
Sabdo Rojo iki perlu dimangerteni diugemi lan ditindakake yo mengkono sabdo ingsun.
Artinya:
Tuhan Allah, Tuhan Agung, Maha Pencipta, ketahuilah para adik-adik, saudara, keluarga di Keraton dan abdi dalem, saya menerima perintah dari Allah, ayah saya, nenek moyang saya dan para leluhur Mataram, mulai saat ini saya bernama Sampean Dalem Ingkang Sinuhun Sri Sultan Hamengku Bawono Ingkang Jumeneng Kasepuluh Surya ning Mataram, Senopati ing Kalogo, Langenging Bawono Langgeng, Langgeng ing Toto Panotogomo. Sabda Raja ini perlu dimengerti, dihayati dan dilaksanakan seperti itu sabda saya.
Lalu apa maknanya? Seperti dilansir merdeka.com, berikut penjelasan Sri Sultan:
1. Sultan jelaskan maksud pergantian nama dan gelar
Sri Sultan menjelaskan perubahan gelar yang disandangnya kenapa berubah menjadi Ngarso dalem sampean dalem ingkang sinuhun sri sultan hamengku Bawono ingkang jumeneng kasepuluh surya ning mataram senopati ing alogo langenging bawono langgeng langgeng ing toto panotogomo.
kata Buwono diganti menjadi Bawono. Lalu apa maksudnya?
"Ada apa? Kenapa menjadi Bawono? Buwono itu jagad alit (kecil), Bawono itu jagad besar, ibaratnya Buwono itu nasional, Bawono itu internasional, artinya menjadi lebih luas cakupannya," ujarnya.
Sementara itu terkait dengan sedasa diubah menjadi kasepuluh karena untuk memberikan urutan yang jelas yang menandakan kesepuluh, bukan sepuluh.
"Contoh kapisan (pertama), kapindo (kedua), katigo (ketiga) dan seterusnya sampai kasepuluh. Bukan kaping Sepuluh, yang berarti penambahan bukan urutan," urainya.
Lalau mengana gelar sinuwun juga dihapus?
"Kanjeng diganti Sri itu kembali pada kesempurnaan bumi, juga menyatukan bumi dengan nama dan gelar pemberian Allah," kata Sultan.
Selain itu Sri Sultan juga menjelaskan pergantian gelar Khalifatullah Sayidi menjadi Langgenging Toto Panoto Gomo. "Langgenging kan didhawuhi Gusti Allah ngagem pranataning jagat (melestarikan dunia sesuai perintah Allah dengan aturan dunia)," papar Sultan.
2. Soal asalamualaikum yang dihilangkan
kata Buwono diganti menjadi Bawono. Lalu apa maksudnya?
"Ada apa? Kenapa menjadi Bawono? Buwono itu jagad alit (kecil), Bawono itu jagad besar, ibaratnya Buwono itu nasional, Bawono itu internasional, artinya menjadi lebih luas cakupannya," ujarnya.
Sementara itu terkait dengan sedasa diubah menjadi kasepuluh karena untuk memberikan urutan yang jelas yang menandakan kesepuluh, bukan sepuluh.
"Contoh kapisan (pertama), kapindo (kedua), katigo (ketiga) dan seterusnya sampai kasepuluh. Bukan kaping Sepuluh, yang berarti penambahan bukan urutan," urainya.
Lalau mengana gelar sinuwun juga dihapus?
"Kanjeng diganti Sri itu kembali pada kesempurnaan bumi, juga menyatukan bumi dengan nama dan gelar pemberian Allah," kata Sultan.
Selain itu Sri Sultan juga menjelaskan pergantian gelar Khalifatullah Sayidi menjadi Langgenging Toto Panoto Gomo. "Langgenging kan didhawuhi Gusti Allah ngagem pranataning jagat (melestarikan dunia sesuai perintah Allah dengan aturan dunia)," papar Sultan.
2. Soal asalamualaikum yang dihilangkan
Sri Sultan Hamengkubawono X juga menampik soal salam Assalamualaikum yang tidak boleh digunakan di Keraton Yogyakarta. Menurtu Sultan salam Assalamualaikum hanya tidak disebutkan dalam sabd tetapi bukan berarti melarang.
"Sabda Raja ini tidak pakai Assalamualaikum, bukan berarti di Keraton tidak boleh pakai Assalamualaikum. Ini dawuh Gusti Allah, saya sampaikan titah Allah kepada orang lain, masa pakai Assalamualaikum," ujar Sultan saat memberikan penjelasan.
3. Sultan hanya ganti gelar Pembayun tidak mengangkat jadi calon ratu
Sri Sultan Hamengku Buwono X kembali membacakan Sabda Raja dan Dawuh Raja menyusul munculnya polemik yang terjadi di keraton. Pembacaan ulang isi Sabda Raja dan Dawuh Raja tersebut digelar di Dalem Wironegaran, Jumat (8/5) sore.
Dalam penjelasannya Sultan menegaskan bahwa tidak ada pengangkatan GKR Pembayun sebagai Putri Mahkota seperti yang diberitakan. Menurutnya, dia hanya mendapatkan perintah untuk mengganti nama GKR Pembayun bukan mengangkatnya menjadi Putri Mahkota.
"Saya hanya didawuhi untuk menetapkan nama, selanjutnya itu bukan lagi wewenang saya," katanya.
Dia pun menegaskan jika dia melakukan lebih dari apa yang diperintahkan, itu artinya dia menyalahi perintah dan memiliki kepentingan pribadi.
"Kalau melebihi dari apa yang diperintahkan maka itu jadi kepentingan saya, jadi saya tidak mau melebihi," tandasnya.
Berikut ini isi lengkap Dawuh Raja yang dikeluarkan Sultan 5 Mei 2015 lalu:
Siro adi ingsun, sekseono ingsun Sampean Dalem Ingkang Sinuhun Sri Sultan Hamengku Bawono Ingkang Jumeneng Kasepuluh Surya ning Mataram, Senopati ing Kalogo, Langenging Bawono Langgeng, Langgeng ing Toto Panotogomo Kadawuhan netepake Putri Ingsun Gusti Kanjeng Ratu Pembayun tak tetepake Gusti Kanjeng Ratu Mangkubumi Hamemayu Hayuning Bawono Langgeng ing Mataram. Mangertenono yo mengkono dawuh ingsun.
Artinya :
Saudara semua, saksikanlah saya Sampean Dalem Ingkang Sinuhun Sri Sultan Hamengku Bawono Ingkang Jumeneng Kasepuluh Surya ning Mataram, Senopati ing Kalogo, Langenging Bawono Langgeng, Langgeng ing Toto Panotogomo mendapat perintah untuk menetapkan Putri saya Gusti Kanjeng Ratu Pembayun menjadi Gusti Kanjeng Ratu Mangkubumi Hamemayu Hayuning Bawono Langgeng ing Mataram. Mengertilah, begitulah perintah saya.
4. Sultan minta Sabda Raja dan Dawuh Raja dipahami dengan hati
Sri Sultan Hamengku Buwono X meminta keluarganya dan warga Yogyakarta memahami Sabda Raja dan Dawuh Raja tidak hanya dengan akal, tetapi harus memahami dan menghayati dengan hati dan rasa. Hal tersebut disampai Sultan saat membacakan lagi dan menjelaskan Sabda Raja dan Dawuh Raja di Dalem Wironegaran, Jumat (8/5).
"Sabda Raja dan Dawuh Raja ini harus dipahami tidak dengan logika saja. Sebagai orang jawa, harus menggunakan Penggalih (rasa) tidak hanya menggunakan akal," katanya seusai menjelaskan isi Sabda Raja dan Dawuh Raja.
Sementara itu terkait dengan sikap adik-adiknya, Sultan membuka diri untuk menjelaskan kepada adik-adiknya di Keraton Kilen.
"Saya sudah jelaskan kepada adik-adik yang dari Jakarta dan sudah paham, mereka mengatakan akan menjelaskan pada yang lain. Saya bilang, kalau mau penjelasan silakan datang ke Keraton Kilen, saya siap menjelaskan," jelasnya.
Sebelumnya adik-adik Sultan menentang Sabda Raja yang dikeluarkan oleh Sultan. Mereka menilai hilangnya gelar Khalifatuloh sudah melanggar Paugeran Keraton Yogyakarta.